Gambar : Prosesi Pernikahan |
1.Cah Rauh
Cah Rauh merupakan tahap awal perkenalan orang tua/ keluarga antar kedua belah pihak. Dalam adat Perkawinan di Aceh, Cah Rauh dilakukan oleh kerabat atau orang yang dipercaya oleh Keluarga Calon Linto Baro sebagai perantara dalam menyelesaikan berbagai kepentingan diantara pihak calon linto baro (calon mempelai lelaki) dengan pihak calon dara baro (calon mempelai perempuan), begitu pula sebaliknya, sapaan yang biasa disebut juga Seulangkee. Saat berkunjung ke rumah calon Dara Baro, Seulangkee membawa bungong jaroe seperti gula, teh, kopi, susu, roti kaleng. Beberapa hal yang dibicarakan dan dipertanyakan oleh Seulangkee pada proses ini adalah :
a.Menjelaskan mengenai maksud kedatangan Seulangkee;
b.Memastikan calon Dara Baro masih single (belum menerima pinangan seseorang);
c.Memastikan calon Dara Baro bersedia dipinang oleh calon Linto Baro.
2.Jak Meulakee
Setelah pelaksanaan adat Cah Rauh dilakukan, langkah selanjutnya adalah Jak Meulakee. Jak Meulakee ini dilakukan juga oleh Seulangkee, Ayah Linto Baro dan Ureung Tuha Gampong. Sabagai Bungong jaroe biasanya membawa seperti gula, teh, kopi, susu, roti kaleng (sama seperti saat Cah Rauh) untuk menjadikan kedatangan rombongan Jak Meulakee lebih bersahaja.
Hal yang dibicarakan dalam prosesi ini adalah :
a.Menentukan jumlah jeulamee (menentukan jumlah mahar);
b.Memastikan waktu melakukan proses Mee Ranub (Ba Tanda) ;
c.Menentukan jumlah orang yang hadir saat Mee Ranub.
3.Mee Tanda/ Ba ranup
Ba Ranup (membawa sirih) merupakan suatu tradisi turun temurun yang dilakukan oleh masyarakat Aceh, saat seorang pria melamar seorang perempuan. Pada hari yang telah disepakati antara rombongan orang-orang yang dituakan dari pihak pria ke rumah orang tua gadis dengan membawa sirih, Emas (cincin tunangan), Kue, dan Ija bajee sigoe treun sebagai penguat ikatan untuk menjalankan pernikahan. Dalam proses ini, ditentukan lebih lanjut mengenai rencana pernikahan (penentuan tanggal pernikahan atau penentuan lamanya tenggang waktu). Jika waktu menikah ditentukan bersamaan dengan waktunya preh linto, maka dalam prosesi Mee Ranub ini juga ditentukan berapa jumlah rombongan yang akan Intat Linto nantinya.
4.Peusijuek Karab Nikah
Beberapa hari sebelum melangsungkan pernikahan, biasanya kedua mempelai melakukan prosesi peusijuek (tepung tawar). Peusijuk adalah salah satu ritual atau prosesi adat dalam budaya masyarakat Aceh. Tradisi ini biasanya dilakukan untuk memohon keselamatan, ketentraman, dan kebahagiaan dalam kehidupan.
Pelaksanaan ritual Peusijuek biasanya dilakukan oleh tokoh agama atau tokoh adat yang dituakan oleh masyarakat. Hal ini diharuskan karena tradisi Peusijuek merupakan ritual yang dianggap sakral, sehingga untuk melakukannya haruslah orang yang paling mengerti tentang doa-doa dan prosesi dalam ritual tersebut. Apabila orang yang di Peusijuek adalah kaum laki-laki, biasanya adakan dilakukan oleh Teungku atau Ustadz. Sedangkan apa bila yang di Peusijuek adalah kaum perempuan, maka akan dilakukan oleh Ummi atau seorang wanita yang dituakan oleh masyarakat.
Dalam pelaksanaan tradisi Peusijuek ini ada 3 hal yang paling penting, yaitu perangkat alat serta bahan peusijuek, gerakan, dan doa. Untuk perangkat dan bahan Peusijuek biasanya terdiri dari talam, bu leukat (ketan), u mirah (kelapa merah), breueh pade (beras), teupong taweue (tepung yang dicampur air), on sisikuek (sejenis daun cocor bebek), manek manoe (jenis daun-daunan), naleueng sambo (sejenis rumput), glok (tempat cuci tangan) dan sangee (tudung saji). Bagi masyarakat Aceh, setiap bahan Peusijuek ini memiliki filosofi dan arti khusus di dalamnya.
5.Meunikah
Meunikah adalah prosesi ijab qabul (akad nikah) untuk menghalalkan hubungan sepasang manusia, yang biasanya di lakukan di mesjid, KUA dan dirumah Dara Baro. Jika dilakukan dirumah Dara Baro maka sebelumnya telah dikomunikasikan antara kedua belah pihak tentang jumlah rombongan Linto Baro yang akan hadir pada acara pernikahan tersebut. Ruang pernikahan didekorasi lebih sederhana dengan menggunakan ija tabeng, kasur, sprei kasab, dalong bu leukat dan dalong on seunijuk serta tikar tempat duduk rombongan jak peungen Linto.
Pada tahapan ini, rombongan membawa beberapa perlengkapan seperti : Ranub lam bate, Emas (mahar/sisa mahar) yang ditempatkan dalam batee dengan dibungkus kain kuning, Talam yang di isi dengan gula, kopi, susu, roti kaleng, limun/fanta/dll; dan Kue dalam dalong seperti dodoi, meuseukat, wajek, keukarah, bhoi, dll (sesuai kondisi ekonomi keluarga).
6.Preh Lintoe Baroe
Prosesi Preh Linto Baro adalah pesta peresmian yang dilakukan dirumah atau tempat khusus yang disediakan orang tua Dara Baro. Setibanya Linto Baro dirumah orang tua Dara Baro, maka ada beberapa acara tergantung tempat seperti : Seumapa yang merupakan salam pembuka atas kedatangan rombongan Linto akan dimulai. Kedua belah pihak biasanya telah menyiapkan orang yang memiliki keahlian dalam bidang Seumapa, ada juga penyambutan dengan tarian ranup lam puan kemudian melakukan tuka batee dan tuka payong dan menuntun Linto menuju pintu depan rumah orang tua Dara Baro lalu geupeubreuh padee Linto Baro selanjutnya dibawa kepelaminan untuk disandingkan dengan Dara baro.
7.Tung Dara Baroe
Intat Dara Baro Yaitu proses adat mengantar Dara Baro ke rumah Linto baro. Biasanya dilakukan berselang 1 (satu) hari sesudah acara Preh Linto Baro. Dalam adat ini terdapat beberapa perlengkapan yang dibawa oleh rombongan Dara Baro kepada keluarga Linto Baro yaitu : Ranup Lam bate dan Kueh lam dalong seperti dodoi, meuseukat, wajek, keukarah, bhoi, dll (sesuai kondisi ekonomi keluarga). sebelum Dara Baro dibawa masuk kedalam rumah orang tua Linto, terlebih dahulu Dara Baro akan didudukkan dikursi yang diletakkan didepan pintu rumah orang tua Linto untuk geupeubreuh padee oleh Peutua Adat Perempuan setempat kemudian di tuntun ke pelaminan.
8.Adat Mè Bu
Mè bu adalah seperangkat upacara adat untuk mengantarkan nasi beserta lauk-pauknya yang dimasukkan dalam reubieng dan talam hidangan dari keluarga suami untuk diantar pada bulan-bulan tertentu kepada istri karena kehamilan. Adat mè bu bak ureung meumè dikenal dengan istilah keumaweuh. Keumaweuh biasanya berlangsung pada bulan keenam hingga ketujuh. Ini dilakukan oleh keluarga lintô kepada istrinya/keluarga istri. Besar kecilnya idang, tergantung pada kemampuan masing-masing. bukan hanya mè bu yang dilakukan ketika istri sedang hamil. Ada pula adat jak intat boh kayèe mengantar buah-buahan, puwoe eungkӧt tirom, bieng, udeung, eungkӧt meuaweuh, dan buah-buahan untuk seunicah sebelum bulan ketujuh.
9.Peutroen Aneuk/Hakikah
Ritual peutroen aneuk dan peucicap merupakan tradisi sakral bagi masyarakat bumi Serambi Makkah yang dilakoni turun-temurun. Ritual mengeluarkan bayi dari rumah dan menginjak kaki ke bumi ini dilaksanakan saat anak cukup umur genap berusia 44 hari, bisa juga 3, 5, atau 7 bulan.
Sebelum ritual ini digelar, biasanya si bayi pantang dibawa keluar kecuali dalam kondisi tertentu atau darurat. Upacara ini sering digelar bersamaan dengan kenduri akikah. Mulanya si bayi dipeusijuek (ditepung tawari) disertai pembacaan doa untuk keberkahan. Di dalam baki terhampar aneka makanan seperti bu leukat (ketan kuning), teumpoe, pha manok croh, ie zam-zam, atee manok, sari kurma dan bermacam buah manis lainnya.
Sumber : https://risehtunong.blogspot.com/
https://acehnewslately.blogspot.com/
0 Comments